– Ketua Desa (Kadem) Kohod yakin sebelumnya wilayah pagar laut di Tangerang dahulunya merupakan waduk.
Google Satelit memang menunjukkan fakta lain.
Bupati Kohod menyebut wilayah pagar laut yang berada di samping desanya dulu adalah empang, hal tersebut didebat oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) Nusron Wahid.
Tak ada pantauan JawaPos jatuh ketika keduanya bertemu saat periksa lahan yang memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten, pada Jumat (24 Januari 2025).
Menteri Nusron terlibat perdebatan dengan Asrin tentang status lahan yang dinyatakan Asrin sewaktu dulu merupakan empang sebelum mengalami abrasinya.
“Pak Lurah mengatakan itu dulunya adalah empang, katanya karena abrasi. Sejak tahun 2004, katanya empang ini sudah diisi batu-batu,” ujar Nusron di lokaasinya.
Meski tidak ingin membahas tentang sejarah garis pantai, Nusron menegaskan bahwa jika sebuah lahan secara fisik sudah tidak ada lagi, maka statusnya berubah menjadi tanah ros.
Iya, saya melihat langitnya sore ini, tanahnya sudah tidak ada.
Meskipun ada keraguan mengenai status tanah tersebut, Nusron menyatakan bahwa akan memeriksa dokumen sertifikat yang terkait dengan kepemilikan tanah tersebut.
Jika lahannya yang telah memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Surat Hak Milik (SHM) telah pergi hilang secara fisik, maka Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) akan membatalkannya otomatis.
Lantas apakah benar adanya bahwa kawasan laut yang sekarang ter pagar bambu dulunya adalah empang?
Tribunnews.com melakukan pengecekan sejak tahun 1995 hingga 2022, tidak ada empang atau perairan dangkal di deretan laut samping desa Kohod.
Bahkan pada satelit terkini malah tampak pagar laut yang saat ini membentang 30,16 kilometer yang melewati Desa Kohod.
Video singkat gambar satelit pagar laut pun juga beredar di akun milik Mulyanto, anggota Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
“Pagar laut dari satelit,” tulis @pakmul63 pada 15 Januari 2025.
Pagar laut sudah terlihat dengan rangka-rangka di bawah laut berupa mejaku atau penahan gelombang.
Sesuai harapan, pagar tersebut melewati Desa Kohod dan Desa Kramat.
Sekarang kita menunggu keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) Nusron Wahid tentang pembatalan Surat Keterangan Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Surat Hukum Makin (SHM).
Menteri Agraria dan Tata Bangunan/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Nusron Wahid akhirnya memutuskan untuk membatalkan beberapa sertifikat yang diterbitkan di wilayah pagar laut di Desa Pondok Cina, Kabupaten Tangerang Selatan, Banten.
Pembatasan sertifikat ini dilakukan dengan memeriksa tiga hal utama, yaitu dokumen yang berlaku hukum, prosedur administrasi, dan kondisi material tanah secara fisik.
Hari ini kami berdua bersama tim melakukan proses pembatalan sertifikat, baik itu SHM maupun HGB. Tata caranya dimulai dengan mengecek dokumen yuridis.
“Langkah kedua adalah melakukan pengecekan prosedur. Kami dapat melihatnya melalui computer untuk memastikan apakah prosesnya sudah benar-benar benar atau belum,” kutip Menteri Nusron kepada awak media usai mengunjungi kondisi fisik material tanah di wilayah pagar laut di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Jumat (24/01/2025).
Tapi menurut Nusron karena terkait pembatalan, langkah terakhir adalah memeriksa kondisi fisis barang. Pihaknya juga telah datang dan melihat kondisi fisiknya.
Menteri Nusron melanjutkan, pihaknya menjamin proses pembatalan dilakukan dengan hati-hati dan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
We harus memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil berdasarkan bukti yang akurat dan sah serta sesuai dengan peraturan yang ada.
“Jadi, jangan sampai kita membatalkan sesuatu yang kita anggap cacat hukum maupun cacat material, fragmentasi penghentian itu sendiri juga merupakan kecacatan,” tambahnya.
Nusron menegaskan bahwa proses verifikasi sertifikat tanah memerlukan waktu, delapan bulan terakhir ini, sekitar 50 bidang tanah telah diperiksa.
“Saya akan terus cek satu per satu, karena setiap dokumen dan material tanah harus dicek dengan telitiemperature,” katanya (apurafokus).
Mengenai sanksi terkait sertifikat, Menteri Nusron menjelaskan bahwa jika terjadi tindakan pidana, maka tentu ada sanksi.
“Tapi bagi kami yang berkuasa, itu disebut kelalaian dalam melaksanakan tugas, karena tidak dianggap peduli, tidak teliti,” katanya.
Dalam usaha meningkatkan pengawasan, Kementerian ATR/BPN berkomitmen untuk meningkatkan manajemen risiko serta ketelitian petugas dalam proses verifikasi.
“Dengan hadirnya aplikasi Bhumi ATR/BPN, segala kesalahan tidak ada yang bisa disembunyikan lagi. Setiap orang bisa mengakses data dan menjadikan diri sebagai kontrol sosial,” kata Menteri Nusron.
Tribunnews.com
lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Google News
Leave a Reply